Saturday, August 1, 2015

Belajar Menjadi Manusia



Siapakah kita?
Pertanyaan tersebut sengaja mengawali tulisan ini, agar kita selalu mengingatkan diri sendiri, siapa sebenarnya diri kita? Dan komponen apa yang terdapat di dalamnya?, lebih lanjut lagi Aristotle mengungkapkan “mengenali diri sendiri merupakan awal segala kebijaksanaan,” ketika diri kita memulai untuk mengenali diri dan hakikatnya merupakan awal langkah untuk pencapaian kebijaksanaan, meminimalisir ego, membuka diri untuk kehidupan-kehidupan di sekeliling kita, menghargai setiap penciptaan dan ciptaan-Nya. Seberapa penting peran manusia di muka bumi? Manusia tidak diciptakan tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk beribadah (menyembah) kepada Tuhannya, dengan berbagai cara yang telah Tuhan tunjukkan.

Dr. Mulyadhi Kartanegara dalam kata pengantar pada sebuah buku berjudul “Sang Manusia Sempurna,” memaparkan bahwa sepintas lalu peradaban modern melalui humanismenya, seakan member peran yang begitu besar kepada manusia. Setelah memutuskan hubungannya dengan yang llahi (Tuhan, malaikat, dan dunia ruhani), manusia diberikan peran “memutuskan” yang sangat independen dari segala keterikatannya dengan tatanan, basis, dan prinsip-prinsip Ilahi yang menjadi ciri utama setiap tradisi besar keagamaan, filosofis, dan mistik Timur. Dari hal ini, kita dapa menyimpulkan bahwa manusia diberikan hak penuh untuk memilih arah hidupnya, tentunya dengan mengikuti rambu-rambu yang telah Tuhan berikan. Ketika manusia memutuskan sesuatu dalam hidupnya, manusia hanya dihadapkan pada nilai-nilai yang akan selalu terjadi di masyarakat; baik dan buruk, benar dan salah, kaya dan miskin dan sebagainya.

Orang-orang dalam kesadaran transpersonal pada gilirannya akan memiliki kesadaran hakikat. Suatu bentuk kesadaran Rabbaniyah yang menenggelamkan egosentrisme demi mencintai dan bersatu dengan alam semesta. Menyadari dirinya pada masa kini, tidak terbelenggu oleh masa lalu atau berangan dengan masa yang akan datang. Manusia dilahirkan begitu saja ke dunia atas kehendak bebasnya sendiri dan dipersiapkan sebelumnya untuk ikut menari bersama semesta dalam irama kehidupan yang tidak berhenti sedetikpun. Ketika penghuni dunia bertambah namun besarnya bumi tetap. Hal ini menunjukkan bahwa manusia selalau mengalami perkembangan, dan memerlukan banyak kebutuhan yang bersumber dari alam, seperti; udara, air, tanah, dan lain-lain. Sementara di sisi lain, tumbuhan dan binatang pun memiliki kebutuhan dasar yang hampir sama dengan manusia. Hak paling mendasar manusia seseungguhnya bukan “kebebasan untuk berbuat apa saja asal tidak melanggar hukum tapi kebebasan untuk terlibat (freedom to engage).” Manusia merupakan makhluk yang paling mulia diantara para makhlukNya yang lain, dengan demikian seyogyanya umat manusia untuk mengharmonisasikan ritme kehidupan yang tengah dan akan selalu berlangsung dengan ciptaan-ciptaan Tuhan yang lain, seperti alam.Manusia dengan kebebasannya dapat terlibat secara aktif untuk menciptakan kehidupan yang dinamis, sesuai dengan fitrah penciptaan alam raya dan isinya.

Hubungan Manusia dengan Tuhan
Manusia merupakan locus dimana kita dapat melihat dan menyaksikan penampilan Tuhan, ketika kita ‘menatap’ manusia maka kita pun menyaksikan penampilan Tuhan. Rumi menyatakan bahwa tujuan dari penciptaan makhluk ini didasarkan pada firman Tuhan yang disampaikan oleh Nabi Dawud a.s. ketika ia bertanya kepada-Nya, “Wahai Tuhan, mengapa Engkau menciptakan makhluk?” dan Tuhan menjawab, “Aku adalah perbendaharaan yang terpendam; Aku ingin agar diri-Ku dapat dikenali; sehingga Aku menciptakan makhluk dan melalui makhluk itulah Aku dapa dikenal. Manusia merupakan wakil Tuhan yang paling sempurna di muka bumi ini,  karena suatu hal yang mustahi apabila esensi dan realitas Tuhan tampak di dunia materi dan ciptaan sebenarnya. Manifestasi ini hanyalah sebuah keterwakilan, karenanya, dimiliki oleh para makhluk sesuai dengan eksistensinya, benda yang sempurna dan seluruh makhluk dapat merefleksikan Tuhan di dunia berdasarkan tingkat eksistensi dan kapasitasnya masing-masing. Manusia merupakan sebuah tampilan yang dapat mewakili Tuhan di dunia, karena manusia memiliki kemapuan dan kapasitas yang tidak dimiliki oleh makhluk-Nya yang lain.

Seorang Vivekananda (seorang tokoh besar dalam sejarah Hindu) pun seakan turut mengamini tentang ihwal manusia dan hubungannya dengan Tuhan, ia menceritakan sutau cerita tentang penciptaan Adam setelah malaikat, “Menurut kaum Yahudi dan Muhammad, Tuhan menciptakan manusia setelah malaikat. Tuhan meminta malaikat untuk datang dan menyembah manusia, begitu pula yang lainnya kecuali iblis; sehingga Tuhan mengutuk iblis sehingga menjadi setan.” Vivekananda menyatakan dalam cerita tersebut membuktikan kebenaran bahwa kelahiran manusia adalah kelahiran tertinggi di antara kelahiran makhluk ciptaan lainnya, termasuk malaikat, hewan, dan seterusnya karena mereka tidak mampu mencapai kebebasan langsung kecuali melewati kelahiran manusia. Dengan demikian dia menegaskan bahwa manusia adalah makhluk paling agung di dunia ini.

Manusia diciptakan teridiri dari jiwa dan raga. Dalam hal ini Rumi menyimpulkan bahwa manusia terdiri atas materi dan spiritual atau jiwa dan raga; raga diumpamakan dengan sinar dan jiwa diumpamakan dengan bayangan. Raga merupakan instrumen bagi pengembangan jiwa dimana kehidupan raga sangat bergantung pada kehidupan jiwa.
“Jiwa tidak dapat berfungsi tanpa raga; raga anda akan membeku
dan kedinginan tanpa jiwa.” Dan “Seekor burung yang terbang di angkasa sampai tidak kelihatan, bayangannya akan jatuh pada salah satu bagian dari bumi.”

Manusia sebagai Makhluk Sosial dan Ekologis.
“Saya ada karena kamu ada (inter-being)”, hidup di Bumi yag dijadikan sebagai rumah, sedangkan langit adalah atapnya, sehingga manusia yang terdapat di empat samudera dan lima benua merupakan saling bersaudara, tidak ada lagi aku dan kamu tetapi KITA. Di dalam diri manusia terdapat bebearapa unsure yang dijadikan fakor kesempurnaanya di hadapan makhluk lain; ia merupakan makhluk individu sosial – ekologis dan metaphysis atau dapat disebut juga spiritual, daya-daya tersebut yang menghantarkan manusia menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Dengan segala kemampuan yang Tuhan berikan kepada manusia, ia mampu mengubah dunia menjadi lebih baik bukan sebaliknya, segala hal yang bersumber dari Tuhan mestilah berupa kebaikan, namun ketika proses berlangsung, unsur manusia yang lain dapat mengubahnya menjadi keburukan bagi makhluk yang lain.

Mawlana Jalaluddin Rumi berpendapat bahwa tabiat seluruh umat manusia adalah sama realitasnya. Yang membedakan antara satu diri dengan yang lainnya adalah karena masing-masing memiliki kecenderungan dan tujuan pada dunia akibat ketamakan dan keserakahannya.
Dari keberagaman haruslah timbul kesatuan, mereka yang tidak mampu mengelola unity in diversity akan ditinggalkan, dan menjadi bagian dari masalah dalam membangun peradaban masa depan.
Semua hal di alam ini saling terkait bahkan bergantung;
1) Seperti lebah yang memiliki peran pada bunga yang tampak indah di hadapan mata.
2) Teratai putih yang anggun tidak akan dapat tumbuh sempurna tanpa peran lumpur yang kotor.
3) Tiada siang tanpa malam, tiada langit tanpa bumi, dan seterusnya.

KONFUSIANISME pun mengajarkan self (jiwa) yang terus berkembang dan terbuka pada masyarakat yang makin meluas sehingga bisa menjadi dasar bagi masyarakat warga (civil society). Karena dimulai dengan mengajarkan setiap orang belajar dan terus belajar seumur hidup menjadi manusia yang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Bukan semata-mata untuk diri pribadinya sendiri yang terpisah, melainkan sebagai kesatuan dengan memperbaiki lingkungannya. Untuk mewujudkan cita-cita yang diharapkan, manusia memiliki kemampuan untuk menyatukan semua makhluk lainnya, dengan ilmu pengetahuan dan cabang-cabangnya. Namun sangat disayangkan bahwa hal tersebut yang menjadikan kehidupan ini dan masyarakatnya seperti terkotak-kotak, tidak bebas.

Dalam realitasnya, beragam ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia hanya dapat perbedaan dan keterbatasan yang semakin tampak, unsur utama untuk menyatukan berubah menjadi unsur untuk memecah belah, terjadinya disharmonisasi dimana-mana. Semuanya hanya karena satu fakator sebab, yakni; kearifan tidak lagi memiliki peranan, tempatnya tergantikan dengan rasa menguasai sesama. Peran kearifan yang telah diwariskan nenek moyang merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan begitu saja, dan diperlukan kembali untuk membangun masa depan, seperti yang di katakan Anthony de Mello SJ; “Kalung yang dicari kemana-mana, sudah lama tergantung di lehermu.”
Manusia yang memiliki sifat-sifat Ilahiyyah atau ketuhanan tidak mungkin melupakan tanggung jawabnya atas seluruh makhluk di alam semesta, manusia adalah individu Ilahi yang tugasnya untuk membimbing menuju pada spiritual dan kemurnian jiwa.
“Banyak yang tidak tahu
Bahwa kita ada di sini, di dunia ini
Untuk hidup dalam harmoni”
(Dhammapada)

Manusia (Sempurna) dan Kearifan
Pembahasan diatas, telah memaparkan beragam karakteristik manusia secara umum dan perannya di muka bumi, serta hubungannya dengan Tuhan dan makhluk-makhluk-Nya. Maka, pada fase ini, eksistensi manusia akan dibahas lebih spesifik lagi, yakni Manusia yang memiliki kualitas sempurna atau biasa disebut dengan Manusia Sempurna.
Siapakah Manusia Sempurna? Apa perannya di muka bumi?
Setiap saat, alam ini tidak akan kosong dari eksistensi Manusia Sempurna. Dalam banyak kesempatan, ia yang merupakan wakil Tuhan dan lembang atau symbol keagungan-Nya selalu membawa kesempurnaan dan rahmat dari Tuhan kepada para makhluk lainnya, dengan membimbing mereka (manusia lain) menuju kebenaran. Menurut Rumi; Manusia Sempurna akan terus hadir di dunia ini sebagai wali (orang suci) hingga datangnya hari kiamat.
Manusia sempurna adalah makhluk individu yang memiliki sifat-sifat ketuhanan yang dapat mewakili eksistensi Tuhan di muka bumi, manusia sempurna sebagai satu bentuk klasifikasi terhadap macam-macam bentuk manusia dengan segala tabi’atnya. Manusia sempurna adalah penampilan atau manifestasi Tuhan yang paling sempurna pula.

Berbicara tentang manusia sempurna dan karakterisitiknya, secara bersamaan harus membicarakan sejumlah system budaya, tradisi, agama, dan filsafat klasik dengan sgala perbedaan latar belakang budaya dan pemikiran yang melingkupinya. Dalam agama yahudi, Adam dianggap sebagai Manusia Sempurna. Menurut Perjanjian Lama, Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan bentuk wajah-Nya, sehingga dengan demikian, ia akan mengatur seluruh makhluk yang ada di bumi. Dalam agama Kristen, menurut Perjanjian Baru, Adam dan Yesus dianggap sebagi anak-anak Allah, dan apapun maksudnya, yang pasti bahwa ada kesamaan anatara Tuhandan kediua orang tersebut. Dalam Islam, hal-hal yang mendasar menganai pembahasan ini terdapa di dalam ayat Al-Qur’an. Pada kisah penciptaan Adam, para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Adam (QS 2:24), sang manusia.

Pemikiran tentang manusia sempurna di India juga banyak menarik perhatian. Atman sebagai unsur batin manusia yang sempurna terletak pada setiap perubahan dan manusia jika kembali ke Atman maka sesungguhnya ia telah menyatu dengan Brahmana. Dia adalah perwujudan Tuhan di dunia. Semua kesempurnaan dalam diri manusia dan dia mengetahui kesempurnaan ini dan kembali kepadanya maka pada saat itulah ia akan mengaktualisasikan kesempurnaan itu.
Aristotle percaya bahwa kesempurnaan menusia terletak pada kehidupan manusia secara nyata yang dilandasi oleh aspek intelektualitasnya (secara teoiritis). Dia mengatakan bahwa kesempurnaan manusia adalah semacam kehiduapan intelektual. Dan sebagaimana dipahami Plato pula bahwa Manusia Sempurna lebih mencintai kebijaksanaan daripada yang lain, meskipun dia sendiri tidak termasuk orang yang bijaksana. Pengetahuan dan kebijaksanaan adalah milik Kebenaran yang Sejati, sedangkan ide adalah bukan milik sesuatu yang dapat diindera, fenomena formal, dan semuanya itu berada dalam naungan-Nya, sang Kebenaran.

Manusia Sempurna akan menerima apapun yang datang kepadanya, kemurahan dan kemurkaan, kesenangan dan kesulitan, dan seterusnya. Dia menerima dengan senang hati karena adanya cinta yang sesungguhnya pada Kebenaran dan Kefanaannya pada Tuhan. Dia menganggap bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia merupakan pemberian Tuhan. Dan karena dia memiliki kualitas yang sempurna pula maka daya spiritualitas terdapat dalam dirinya, dan untuk ditebarkan kepada makhluk Tuhan yang lain; dalam hal ini manusia Sempurna menyadari peran dan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sekitarnya.
Seorang Aurobindo, sang penyair dari negeri Hindustan mengungkapkan bahwa “Manusia Sempurna akan selalu memiliki kesadaran kosmos, pemahaman, dan persaannya dimana semua kehidupan objektif menyatu dengan eksistensi subjektifnya dan dengan penyatuan tersebut akan mampu mewujudkan, merasakan, meraba, melihat, dan menyentuh Tuhan dalam segala bentuk.”

Manusia Sempurna berada pada derajat yang lebih tinggi, karena dia hidup dalam diri Tuhan. Kemudian dia pula menampilkan dirinya di lingkungan sekitarnya, untuk membimbing manusia, menyadarkannya, dan menyampaikan pesan-pesan Tuhan. Manusia dan segala ciptaan Tuhan yang lainnya bersumber dari Yang Satu, Yang Absolut.
Menariknya, Manusia Sempurna dengan spesifikasi yang sudah disebutkan diatas, hidup dalam alam batin. Manusia tidak akan mampu mencapai kesempurnaan dan sifat-sifat kesempurnaan kecuali memiliki kehidupan batiniah dan telah menemukan Hakikat Kebenaran yang tersembunyi di dalam eksistensi dirinya. Maka yang penting adalah kehidupan batiniah yang tidak pernah mementingkan diri sendiri dan eksklusif, dan kehidupan batiniah diberkati kekuatan, serta kesadaran akal yang mendalam untuk dapat menyikapi berbagai fenomena di sekitarnya.

“Karena ketidaktahuan seseorang,
seluruh alam semesta menderita ;
Karena pencerahan seseorang, 
seluruh alam semesta bahagia “

“Puncak ilmu pengetahuan adalah
‘saya tahu bahwa saya tidak tahu “
(Socrates)

Kesimpulan
Tujuan penciptaan ciptaan adalah wujud Cinta Tuhan untuk memanifestasikan diri-Nya pada dunia yang lebih rendah. Tuhan mencipta untuk dikenal, melalui ciptaan-Nya seluruh makhluk mengenal-Nya. Dan mereka yang menjadi wakil-Nya memiliki daya yang berada pada tingkat lebih tinggi dari makhluk lainnya. Manusia Sempurna yang dari dirinya menampilkan sifat-sifat dan nama-nama Tuhan, agar manusia lainnya tersadar akan peran dan tanggung jawabnya di muka bumi, dan karena mereka pun memiliki tanggung jawab yang sama dengan Manusia Sempurna.

Seluruh ciptaan tercipta dari rahmat-Nya dan akan kembali kepada-Nya, proses kehidupan di dunia merupakan jalan untuk menuju perbaikan-perbaikan sebleum benar-benar bertemu dengan-Nya. Perbaikan untuk membimbing yang lain yang lebih lemah, memperbaiki keadaan yang ada didalam dan diluar dirinya. Memenuhi peran dan tanggung jawabnya terhadap sesama makhluk ciptaan-Nya. Kesempurnaan di dunia bukanlah hasil akhir dari kualitasnya, namun begitu ia tetaplah bukan apa-apa tanpa rahmat Tuhannya. Manusia yang dapat merasakan betapa besar rahmat dan kasih sayang-Nya, akan berusaha untuk memaksimalkan potensi di dalam dirinya, sempurna atau tidak sempurna kualitasnya.

Dengan begitu ia telah menemukan jalan untuk mengenali dirinya, hal tersebut merupakan awal dari kebijaksanaan cara hidup yang ia tempuh di dalam kehidupan yang labih panjang dari hidupnya sendiri.
Tidak ada orang yang lahir sebagai orang bijak; KEARIFAN TIDAK BISA DIPELAJARI. Karena hal tersebut merupakan perjalanan yang menemukan, namun tujuan akhirnya tetap tidak diketahui. (David Baird)

Referensi
Miri, Seyyed Mohsen, Dr. Sang Manusia Sempurna (Antara Filsafat Islam dan Hindu).Mizan. Bandung. 2004
Sutanto, Jusuf. Sylabus Mata Kuliah Kearifan Timur.Desember 2010

No comments:

Post a Comment