Saturday, October 17, 2015

Perbedaan itu Sunnatullah

jangan takut dengan perbedaan
karena perbedaan bukan berarti salah
perbedaan bukan berarti sesat
perbedaan menghadirkan pengalaman
perbedaan memberi nilai-nilai pelajaran
perbedaan menciptakan ruang untuk bertafakur
perbedaan juga mendidik jiwa
perbedaan adalah sebagai pelengkap

Sunday, September 27, 2015

True lovers

There's no emptiness for the lovers
They themselves will never be alone
Even though there's none around them
The lovers, they're always living happily
They know what they meant to be;
They're living for sharing and spreading 
To them, love is changed to affection, attention,
care and appreciation
Those who know this great love, then
will become the most happiest human in the world

Sunday, September 20, 2015

Bila Manusia Berpacu dalam Melodi

Indahnya kehidupan ini sangat bergantung pada jiwa manusia, jiwa yang mulia, santun, dan sederhana. Mengingat sebuah lirik dari lagu Tommy Page; Life is full, a lot of up and down. Kehidupan yang sejati memang penuh dinamika 'atas dan bawah', yang alamiah dari kehidupan adalah sebuah ritme ataupun irama, bagaimana irama yang kita mainkan menjadi irama yang harmonis, meskipun tak jarang pula kita jumpai dan alami sendiri menjadi irama yang sendu, dan menyedihkan. Lagi-lagi manusia dituntut untuk berpacu dalam melodi, artinya menyelaraskan irama kehidupannya dengan penuh penghayatan dan kearifan.

Hal-hal yang berkaitan dengan kearifan tidak kita pelajari dalam situasi formal, namun kita bisa memulainya dari diri sendiri, bagaimana kita mencintai dan menyayangi diri kita dengan penuh penghargaan, mengasihi  keluarga kita dan orang-orang di sekitar kita, niscaya kita dapat memacu kehidupan kita dalam melodi. Tuhan menganugerahkan akal, pikiran, serta hati (perasaan) pada manusia untuk bisa mendapatkan tempat yang mulia disisiNya, lantas mengapa banyak dari kita yang menghinakan diri sendiri? - Penciptaan manusia berawal dari cinta kasih, Tuhan memposisikan manusia sebagai makhluk yang paling mulia dari seluruh ciptaanNya, untuk itulah Dia menempatkan manusia sebagai wakilNya di muka bumi. Bila manusia berpacu dalam melodi-melodi Tuhan, tentu mereka akan mengerti maksud dan tujuan Tuhan untuk menciptakanNya, memberi manusia beragam kesempatan untuk dapat meningkatkan kualitas ketuhanan, yang mana kualitas inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan-ciptaanNya yang lain. Andai manusia mau sedikit saja berpacu dalam melodi, pastinya ia akan memainkan kehidupan ini dengan irama beserta lirik-liriknya yang indah.

Kompetensi Bahasa Arab dan Inggris dalam Miliu Gontor

Masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa di Pondok Modern Darussalam Gontor hanya mengajarkan bahasa Arab dan Inggris dengan metode "speaking" saja, jadi asumsi umum membayangkan bahwa santri ataupun alumni hanya pandai bicara bahasa Arab - Inggris. Ketahuilah bahwa metodologi yang ada didalamnya juga berjalan sebagaimana arah dan tujuan pelajaran tersebut, sejak santri kelas satu sudah diperkenalkan pelajaran Nahwu dan Sharf yang merupakan grammarnya bahasa Arab, begitu juga grammar yang menjadi nahwu dan sharfnya bahasa Inggris. Sehingga ketika mereka berada di kelas 6 ataupun menyandang status alumni, mereka telah memiliki kemampuan yang cukup untuk menguasai kedua bahasa tersebut, dan selalu meningkatkan kemampuan dimanapun mereka berada kelak. Ada kekeliruan pemahaman yang terjadi di sebagian kalangan masyarakat yang menyimpan info yang saya rasa tidak benar, adapun santri atau alumni yang belum mahir dalam nahwu - sharf - grammar akan kembali pada tingkat pemahaman individu baik secara teori maupun praktik. Mohon maklum, hal ini saya sampaikan dengan sebagaimana adanya, sebagaimana pengalaman saya pribadi, sebagaimana guru-guru dan para Kyai mendidik dan mengajarkan kami semua. Info dari mulut ke mulut sudah tidak zaman sekarang di dunia akademis, info yang selalu up to date dan riil yang hanya bisa memberi kemajuan dan semangat berkarya!! - Nurhasanah Munir, alumni PMD Gontor Putri 2002

Sunday, August 2, 2015

Surat Cinta, dulu dan masa kini!

Beberapa pagi yang lalu tetangga saya datang ke rumah dengan membawa sebuah buku tulis dan ballpoint. Saat itu saya sedang memasak untuk sarapan ibu saya, kemudian saya tanya apa keperluannya - dan ternyata si ibu meminta tolong paa saya untuk membuatkan sepucuk "surat cinta", katanya hal tersebut adalah permintaan dari panitia MOS putrinya yang sedang memasuki bangku SMP. Sekian detik saya mengingat surat-surat cinta yang pernah ditujukan kepada saya :D - hmm, tapi saya merasa konten dan konteksnya tentu saja tidak sama, karena memang beda zaman! B-) walhasil, saya mengiyakan untuk membuat terobosan "surat cinta" baru, oh ya... kata si ibu, "surat cinta" yang ditulis akan diberikan kepada kakak kelas alias panitia MOS. Sambil menyuguhkan teh untuk si ibu yang terlihat asyik mengobrol dengan ibu saya, saya mencari-cari "contoh surat" dalam box saya :v --- memang saya harus membuat perubahan!
Dan pada intinya, saya menuliskan "surat cinta" yang berisikan kekaguman pada sang kakak kelas karena telah meberikan inspirasi, bukan hanya untuk dirinya (si adik kelas) tapi juga semua siswa. Saya menyatakan "kekaguman pada karakter dan sifat terpuji" sang kakak kelas yang patut ditiru, bukan pada aspek  lahiriahnya. Begitulah kira-kira sepak terjang saya menjadi kuli tinta... :D :D

Dieng Culture Festival 2014


Anggota Pasukan Pramuka mengawal para peserta karnaval,
termasuk anak-anak gimbal yang berada diantara mereka.


Anggota pemain barongsai dan juga pengawal karnaval terlihat sedang memperlihatkan aksinya untuk menghibur masyarakat, turis lokal dan internasional.


Anak-anak gimbal yang menjadi pusat perhatian


Salah satu tanaman yang membeku terkena es di pagi hari.


Wajahnya menyiratkan suka cita mengikuti festival.


Rumput yang membeku.


Malam lampion, malam yang ditunggu!
karena setelahnya ada pertunjukan musik jazz "di atas awan"


Peserta festival yang sangat antusias!


Berpartisipasi dalam festival sekaligus melestarikan budaya dan kesenian.

Saturday, August 1, 2015

Mencari Jejak Kesatuan di Kampung Cina Benteng

Semuanya berawal dari percakapan saya dengan seorang sahabat via “chatting.”  Sahabat yang biasa saya panggil dengan sebutan “kak Gay” alias Gayatri Wedotami Muthahari alias Chen Chen menawarkan kesempatan kepada saya untuk bekunjung ke suatu Wihara di kawasan Tangerang,  awalnya informasi yang saya terima kurang begitu jelas, sehingga saya harus menyusun kata-kata kunci, seperti: Wihara, Cina Benteng, Sewan, dan sebagainya. Menarik! Itulah kesan pertama dalam benak dan juga hati saya. Kemudian saya pastikan saja bahwa saya belum mempunyai acara pada hari Jum’at, tanggal 31 Januari 2014, dan saya bersedia untuk mengikuti ajakannya.
Saya sungguh masih terasa asing dengan Wihara, meskipun saya sering melihatnya baik secara nyata, maupun melalui media cetak dan elektronik. Namun bagi saya, yang terpenting adalah sebuah pengalaman, dan tentunya kesempatan tidak mungkin datang pada waktu dan moment yang sama. Kak Gay atau Kak Chen Chen mengabarkan bahwa kami akan berkunjung ke Wihara bersama beberapa orang dari anggota ICRP, ini kali pertama saya berkesempatan untuk mengenal dan bersua dengan mereka. Saya mengenal ICRP sejak beberapa tahun silam via grup di facebook, namun belum pernah sekalipun mengikuti kegiatan yang diadakan di dalamnya. Yah, mudah-mudahan kunjungan ke Wihara ini menjadi awal kegiatan saya bersama ICRP.
Baiklah, setelah memastikan untuk turut serta, saya pun meminta izin pada ibu saya. Izin saya dapatkan, dengan dalih saya akan berkunjung terlebih dahulu ke rumah sahabat saya semasa di Pondok Pesantren dulu. Saya juga sering berkunjung ke rumahnya dan sesekali menginap. Rumah sahabat saya di kawasan Jalan Husein Sastranegara Kp. Rawa Bokor, saya berniat untuk melihata keadaannya, keluarga, dan rumahnya. Saya mendapat kabar bahwa beberapa waktu lalu, rumahnya beserta rumah-rumah disekitarnya terendam air banjir hingga sepinggang orang dewasa, karena itu sepanjang malam sahabat saya, kelauarganya, dan juga para tetangga terjaga hingga pagi. Dimana mereka bisa terlelap? rasa kantuk pun dilupakan!. Saya bangga padanya, dia memiliki jiwa yang sangat tegar dan sabar, beberapa kali jatuh bangun untuk menopang kehidupan keluarganya, membiayai sekolah adik-adiknya, hingga membangun sebuah toko mungil yang dipersembahkan untuk ibunya. Luar biasa ya?!
Singkat kata, saya berkunjung ke rumahnya juga untuk menumpang singgah dan istirahat sebelum saya meneruskan perjalanan ke Bandara. Yang lucu, saya mengatakan kepada sahabat saya bahwa saya mempunyai janji dengan teman di Bandara, sahabat saya bertanya: “memang kamu mau “terbang” kemana? – saya tersenyum dan menjawab: ya, nggak pergi kemana-mana, lha tujuannya ke belakang Bandara katanya. “ Hehehe...
Waktu berlalu, saya membuat janji dengan seorang adik kelas yang telah sampai di Bandara lebih dulu, namanya Karbelani.  Saya diantar sahabat sampai Bandara. Saya dan Bela janji untuk bertemu di terminal 1 C, namun pada kenyataannya saya pun tak bisa menemukannya, karena Bela, begitu dia biasa dipanggil telah ‘dibawa’ lari lebih dulu oleh Kak Chen.  Lama saya menunggu di  Bandara, hilir mudik, sampai-sampai rasanya mau kembali ke rumah sahabat saya, tapi syukurlah suami Kak Chen datang menjemput setelah beliau juga menjemput beberapa teman dari ICRP.
Kami pun bertemu, masih perlu waktu juga untuk menunggu jemputan Koh Alex, sebagai Tuan rumah. Petualangan dimulai! Saya bergumam dalam hati. Dua unit mobil membawa kami menyusuri wilayah Tangerang, tidak terlalu lama untuk bisa sampai ke Kecamatan Neglasari Kelurahan Mekarsari, mobil yang kami tumpangi merapat, hingga sampai pada satu lahan kosong, disana mobil diparkir dengan rapi.
Saya senang, bahagia dan juga takjub dengan pengalaman yang tengah saya alami, sekali lagi saya bersyukur dalam hati. Saya melihat beberapa pengurus Wihara tampak sibuk membersihkan tempat sembahyang, menyapu lantai, mengelap meja, merapikan kursi-kursi. Tapi sungguh, kami diterima dengan keramahan yang luar biasa, ya, kami disambut hangat oleh para pengurus, cukup untuk menghangatkan suasana yang kala itu tengah mendung dan langit bersipa mengguyurkan hujan. Kami dipersilahkan untuk duduk, mata saya tak henti-hentinya memandang sekeliling. Waw! Decak kagum saya, ornamen, interior dan lain-lain sungguh membuat saya seperti berada dalam buku cerita. Tapi ini kenyataan yang saya alami, saya tengah berada di Wihara “Tjong Tek Bio” Kampung Sewan yang berdiri sejak 1830 dan telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Suasana hangat menyelimuti, dalam sekejap kami terlibat dalam percakapan, bertukar pikiran, dan tak lupa untuk berfoto di setiap sudut Wihara. Mulai dari perbincangan sejarah, kebudayaan, hingga seni. Ternyata diantara pengurus Wihara juga ada yang mahir bermain alat musik “Tehyan.”  Dan dari beberapa sumber yang saya baca, Wihara Tjeng Tek Bio berarti Maha Bodhi, menjadi Wihara tertua di kota Tangerang bersama beberapa Wihara lainnya. Yang menarik dari lingkungan Wihara ini adalah warga setempat yang memiliki sebutan khusus seperti “Cina Benteng.” Menurut seorang peneliti dari LIPI, orang-orang etnis Tionghoa telah bersima di Tangerang sejak abad ke 15, pada masa itulah terjadi percampuran penduduk dengan proses “kawin campur” antara tuan tanah (orang Betawi) dan orang dari etnis Tionghoa, sehingga melahirkan keturunan yang berbeda dari keturunan Tionghoa pada umumnya, perbedaan mendasar adalah warna kulit keturunan yang kecokelatan dan dialek sehari-hari yang tidak lagi menggunakan bahasa Mandarin. Pada zaman dulu kala, warga “Cina Benteng” mengalami kesulitan, khususnya saat terjadi penjajahan, mayoritas warganya lari menyelamatkan diri, dan otomatis meninggalkan kampungnya karena takut tertangkap oleh kolonial Belanda. Jika tertangkap para tawanan akan dikirim untuk dipekerjakan di perkebunan milik VOC di Sri Lanka. Tidak hanya itu, ternyata “kesengsaraan”  warga Cina Benteng tidak berhenti sampai disitu, masih menurut peneliti dari LIPI pada abad ke-19 merupakan puncaknya dimana warga Cina Benteng tergusur dari tanhnya sendiri, meskipun pada kenyataan disaat yang sama orang-orang Cina yang “murni” datang ke Tangerang dan sekitarnya, dan demi menyambung hidup, warga Cina Benteng menjual aset-asetnya, dan keadaan semakin terpuruk, keberadaan mereka terpinggirkan karena tidak ada daya dan upaya lagi untuk diperjuangkan. Hingga saat ini mayoritas warga Cina Benteng masih berada di bawah garis kemiskinan dan memprihatinkan.
Sebagian warga Cina Benteng memiliki mata pencaharian sebagai petani, nelayan, wirausaha, hingga pemulung. Hal ini sangat memprihatinkan dikarenakan mereka memiliki keadaan yang demikian diatas tanah mereka sendiri. Meskipun begitu, diantara warganya ada yang memiliki keterampilan di bidang seni dan budaya, ada yang mengetahui sejarah peradaban leluhurnya, dan ada pula yang mendalami kerajinan alat musik Tehyan, saya lupa menanyakan nama beliau, lelaki paruh baya yang kami temui di rumahnya. Beliau memiliki keterampilan yang luar biasa, selain membuat alat musik, beliau juga mampu memainkan alatnya dengan membuat nada-nada indah dari lagu-lagu yang sangat populer, diantaranya: Happy Birthday dan Layang-Layang. Satu hal yang saya yakini, mereka masih bisa bersyukur memiliki tempat beribadah, setidaknya hal ini menjadi simbol bagi harapan mereka semua, bahwa suatu saat nanti akan ada perubahan yang lebih baik khususnya jika ditandai dengan keinginan untuk mengubah nasib dan semangat dalam menikmati kehidupan yang teramat indah. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman ICRP yang telah memberikan kesempatan berharga kepada saya untuk terus belajar dan belajar, sama seperti pepatah Arab: "al-'ilmu bila 'amalin kasyajari bila tsamarin - ilmu tiada amal, bagai pohon tiada berbuah". Harapan saya, semoga saya bersama teman-teman yang lain mampu membantu untuk mewujudkan mimpi-mimpi mereka, saling menyemangati dan memberi warna satu sama lain. Kesatuan dalam keberagaman!! Salam sejahtera untuk kita semua, semoga Tuhan selalu memberkati langkah kita bersama, amin.

(4 Februari 2014)

Lelaki Malam

"Laki-laki tegap itu berjalan menyusuri tiap sudut gedung dan jalan-jalan yang ia lewati, ya, aku memperhatikannya, ia berperawakan tinggi, kuat, berpakaian rapi, memakai sepatu kets, dan gelang tali melingkar di pergelangan tangannya yang kiri. Aku terheran memandangnya seakan menyangsikan pekerjaan yang sedang ia tekuni, mencari botol bekas, kardus, atau apa saja yang ia pikir dapat dijadikan uang. Laki-laki yang ku temui tadi malam kira-kira berusia paruh baya, dan terus saja mengais bak sampah, satu-persatu beliau berhasil memasukkan benda-benda ke dalam karung besar yang dibwanya, beliau bersemangat untuk mengubah barang-barang tersebut menjadi uang. Dalam bekerja ia pun begitu apik, aku meperhatikan sarung tangan berbahan wol yang dipakainya untuk bekerja, mungkin untuk melindungi telapak tangannya dari benda-benda berbahaya. Aku hanya diam membisu, namun juga mengamati bahwa apa yang dikerjakannya sungguh mulia sekali, ia tidak peduli hawa malam yang dingin merasuk pori-pori, tapi sekali lagi aku memperhatikan penampilannya yang berbalut kemeja panjang, mungkin cukup untuk menghalau angin yang berhembus. Dengan langkah pasti, aku menghampiri dan menyapanya, ia menoleh dan membalas salamku, saat itu aku merasa bahagia, ya... aku bahagia bisa berbagi dengannya. Malam tadi Allah pasti telah mengatur jadwal pertemuan kami yang singkat, meskipun singkat kehadirannya tentu membuatku bersyukur atas segala pemberianNya. Kami berpisah begitu saja, tapi satu hikmah telah ku pelajari. Dan sampai bertemu pada pertemuan-pertemuan tak terduga selanjutnya!"

Belajar Menjadi Manusia



Siapakah kita?
Pertanyaan tersebut sengaja mengawali tulisan ini, agar kita selalu mengingatkan diri sendiri, siapa sebenarnya diri kita? Dan komponen apa yang terdapat di dalamnya?, lebih lanjut lagi Aristotle mengungkapkan “mengenali diri sendiri merupakan awal segala kebijaksanaan,” ketika diri kita memulai untuk mengenali diri dan hakikatnya merupakan awal langkah untuk pencapaian kebijaksanaan, meminimalisir ego, membuka diri untuk kehidupan-kehidupan di sekeliling kita, menghargai setiap penciptaan dan ciptaan-Nya. Seberapa penting peran manusia di muka bumi? Manusia tidak diciptakan tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk beribadah (menyembah) kepada Tuhannya, dengan berbagai cara yang telah Tuhan tunjukkan.

Dr. Mulyadhi Kartanegara dalam kata pengantar pada sebuah buku berjudul “Sang Manusia Sempurna,” memaparkan bahwa sepintas lalu peradaban modern melalui humanismenya, seakan member peran yang begitu besar kepada manusia. Setelah memutuskan hubungannya dengan yang llahi (Tuhan, malaikat, dan dunia ruhani), manusia diberikan peran “memutuskan” yang sangat independen dari segala keterikatannya dengan tatanan, basis, dan prinsip-prinsip Ilahi yang menjadi ciri utama setiap tradisi besar keagamaan, filosofis, dan mistik Timur. Dari hal ini, kita dapa menyimpulkan bahwa manusia diberikan hak penuh untuk memilih arah hidupnya, tentunya dengan mengikuti rambu-rambu yang telah Tuhan berikan. Ketika manusia memutuskan sesuatu dalam hidupnya, manusia hanya dihadapkan pada nilai-nilai yang akan selalu terjadi di masyarakat; baik dan buruk, benar dan salah, kaya dan miskin dan sebagainya.

Orang-orang dalam kesadaran transpersonal pada gilirannya akan memiliki kesadaran hakikat. Suatu bentuk kesadaran Rabbaniyah yang menenggelamkan egosentrisme demi mencintai dan bersatu dengan alam semesta. Menyadari dirinya pada masa kini, tidak terbelenggu oleh masa lalu atau berangan dengan masa yang akan datang. Manusia dilahirkan begitu saja ke dunia atas kehendak bebasnya sendiri dan dipersiapkan sebelumnya untuk ikut menari bersama semesta dalam irama kehidupan yang tidak berhenti sedetikpun. Ketika penghuni dunia bertambah namun besarnya bumi tetap. Hal ini menunjukkan bahwa manusia selalau mengalami perkembangan, dan memerlukan banyak kebutuhan yang bersumber dari alam, seperti; udara, air, tanah, dan lain-lain. Sementara di sisi lain, tumbuhan dan binatang pun memiliki kebutuhan dasar yang hampir sama dengan manusia. Hak paling mendasar manusia seseungguhnya bukan “kebebasan untuk berbuat apa saja asal tidak melanggar hukum tapi kebebasan untuk terlibat (freedom to engage).” Manusia merupakan makhluk yang paling mulia diantara para makhlukNya yang lain, dengan demikian seyogyanya umat manusia untuk mengharmonisasikan ritme kehidupan yang tengah dan akan selalu berlangsung dengan ciptaan-ciptaan Tuhan yang lain, seperti alam.Manusia dengan kebebasannya dapat terlibat secara aktif untuk menciptakan kehidupan yang dinamis, sesuai dengan fitrah penciptaan alam raya dan isinya.

Hubungan Manusia dengan Tuhan
Manusia merupakan locus dimana kita dapat melihat dan menyaksikan penampilan Tuhan, ketika kita ‘menatap’ manusia maka kita pun menyaksikan penampilan Tuhan. Rumi menyatakan bahwa tujuan dari penciptaan makhluk ini didasarkan pada firman Tuhan yang disampaikan oleh Nabi Dawud a.s. ketika ia bertanya kepada-Nya, “Wahai Tuhan, mengapa Engkau menciptakan makhluk?” dan Tuhan menjawab, “Aku adalah perbendaharaan yang terpendam; Aku ingin agar diri-Ku dapat dikenali; sehingga Aku menciptakan makhluk dan melalui makhluk itulah Aku dapa dikenal. Manusia merupakan wakil Tuhan yang paling sempurna di muka bumi ini,  karena suatu hal yang mustahi apabila esensi dan realitas Tuhan tampak di dunia materi dan ciptaan sebenarnya. Manifestasi ini hanyalah sebuah keterwakilan, karenanya, dimiliki oleh para makhluk sesuai dengan eksistensinya, benda yang sempurna dan seluruh makhluk dapat merefleksikan Tuhan di dunia berdasarkan tingkat eksistensi dan kapasitasnya masing-masing. Manusia merupakan sebuah tampilan yang dapat mewakili Tuhan di dunia, karena manusia memiliki kemapuan dan kapasitas yang tidak dimiliki oleh makhluk-Nya yang lain.

Seorang Vivekananda (seorang tokoh besar dalam sejarah Hindu) pun seakan turut mengamini tentang ihwal manusia dan hubungannya dengan Tuhan, ia menceritakan sutau cerita tentang penciptaan Adam setelah malaikat, “Menurut kaum Yahudi dan Muhammad, Tuhan menciptakan manusia setelah malaikat. Tuhan meminta malaikat untuk datang dan menyembah manusia, begitu pula yang lainnya kecuali iblis; sehingga Tuhan mengutuk iblis sehingga menjadi setan.” Vivekananda menyatakan dalam cerita tersebut membuktikan kebenaran bahwa kelahiran manusia adalah kelahiran tertinggi di antara kelahiran makhluk ciptaan lainnya, termasuk malaikat, hewan, dan seterusnya karena mereka tidak mampu mencapai kebebasan langsung kecuali melewati kelahiran manusia. Dengan demikian dia menegaskan bahwa manusia adalah makhluk paling agung di dunia ini.

Manusia diciptakan teridiri dari jiwa dan raga. Dalam hal ini Rumi menyimpulkan bahwa manusia terdiri atas materi dan spiritual atau jiwa dan raga; raga diumpamakan dengan sinar dan jiwa diumpamakan dengan bayangan. Raga merupakan instrumen bagi pengembangan jiwa dimana kehidupan raga sangat bergantung pada kehidupan jiwa.
“Jiwa tidak dapat berfungsi tanpa raga; raga anda akan membeku
dan kedinginan tanpa jiwa.” Dan “Seekor burung yang terbang di angkasa sampai tidak kelihatan, bayangannya akan jatuh pada salah satu bagian dari bumi.”

Manusia sebagai Makhluk Sosial dan Ekologis.
“Saya ada karena kamu ada (inter-being)”, hidup di Bumi yag dijadikan sebagai rumah, sedangkan langit adalah atapnya, sehingga manusia yang terdapat di empat samudera dan lima benua merupakan saling bersaudara, tidak ada lagi aku dan kamu tetapi KITA. Di dalam diri manusia terdapat bebearapa unsure yang dijadikan fakor kesempurnaanya di hadapan makhluk lain; ia merupakan makhluk individu sosial – ekologis dan metaphysis atau dapat disebut juga spiritual, daya-daya tersebut yang menghantarkan manusia menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Dengan segala kemampuan yang Tuhan berikan kepada manusia, ia mampu mengubah dunia menjadi lebih baik bukan sebaliknya, segala hal yang bersumber dari Tuhan mestilah berupa kebaikan, namun ketika proses berlangsung, unsur manusia yang lain dapat mengubahnya menjadi keburukan bagi makhluk yang lain.

Mawlana Jalaluddin Rumi berpendapat bahwa tabiat seluruh umat manusia adalah sama realitasnya. Yang membedakan antara satu diri dengan yang lainnya adalah karena masing-masing memiliki kecenderungan dan tujuan pada dunia akibat ketamakan dan keserakahannya.
Dari keberagaman haruslah timbul kesatuan, mereka yang tidak mampu mengelola unity in diversity akan ditinggalkan, dan menjadi bagian dari masalah dalam membangun peradaban masa depan.
Semua hal di alam ini saling terkait bahkan bergantung;
1) Seperti lebah yang memiliki peran pada bunga yang tampak indah di hadapan mata.
2) Teratai putih yang anggun tidak akan dapat tumbuh sempurna tanpa peran lumpur yang kotor.
3) Tiada siang tanpa malam, tiada langit tanpa bumi, dan seterusnya.

KONFUSIANISME pun mengajarkan self (jiwa) yang terus berkembang dan terbuka pada masyarakat yang makin meluas sehingga bisa menjadi dasar bagi masyarakat warga (civil society). Karena dimulai dengan mengajarkan setiap orang belajar dan terus belajar seumur hidup menjadi manusia yang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Bukan semata-mata untuk diri pribadinya sendiri yang terpisah, melainkan sebagai kesatuan dengan memperbaiki lingkungannya. Untuk mewujudkan cita-cita yang diharapkan, manusia memiliki kemampuan untuk menyatukan semua makhluk lainnya, dengan ilmu pengetahuan dan cabang-cabangnya. Namun sangat disayangkan bahwa hal tersebut yang menjadikan kehidupan ini dan masyarakatnya seperti terkotak-kotak, tidak bebas.

Dalam realitasnya, beragam ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia hanya dapat perbedaan dan keterbatasan yang semakin tampak, unsur utama untuk menyatukan berubah menjadi unsur untuk memecah belah, terjadinya disharmonisasi dimana-mana. Semuanya hanya karena satu fakator sebab, yakni; kearifan tidak lagi memiliki peranan, tempatnya tergantikan dengan rasa menguasai sesama. Peran kearifan yang telah diwariskan nenek moyang merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan begitu saja, dan diperlukan kembali untuk membangun masa depan, seperti yang di katakan Anthony de Mello SJ; “Kalung yang dicari kemana-mana, sudah lama tergantung di lehermu.”
Manusia yang memiliki sifat-sifat Ilahiyyah atau ketuhanan tidak mungkin melupakan tanggung jawabnya atas seluruh makhluk di alam semesta, manusia adalah individu Ilahi yang tugasnya untuk membimbing menuju pada spiritual dan kemurnian jiwa.
“Banyak yang tidak tahu
Bahwa kita ada di sini, di dunia ini
Untuk hidup dalam harmoni”
(Dhammapada)

Manusia (Sempurna) dan Kearifan
Pembahasan diatas, telah memaparkan beragam karakteristik manusia secara umum dan perannya di muka bumi, serta hubungannya dengan Tuhan dan makhluk-makhluk-Nya. Maka, pada fase ini, eksistensi manusia akan dibahas lebih spesifik lagi, yakni Manusia yang memiliki kualitas sempurna atau biasa disebut dengan Manusia Sempurna.
Siapakah Manusia Sempurna? Apa perannya di muka bumi?
Setiap saat, alam ini tidak akan kosong dari eksistensi Manusia Sempurna. Dalam banyak kesempatan, ia yang merupakan wakil Tuhan dan lembang atau symbol keagungan-Nya selalu membawa kesempurnaan dan rahmat dari Tuhan kepada para makhluk lainnya, dengan membimbing mereka (manusia lain) menuju kebenaran. Menurut Rumi; Manusia Sempurna akan terus hadir di dunia ini sebagai wali (orang suci) hingga datangnya hari kiamat.
Manusia sempurna adalah makhluk individu yang memiliki sifat-sifat ketuhanan yang dapat mewakili eksistensi Tuhan di muka bumi, manusia sempurna sebagai satu bentuk klasifikasi terhadap macam-macam bentuk manusia dengan segala tabi’atnya. Manusia sempurna adalah penampilan atau manifestasi Tuhan yang paling sempurna pula.

Berbicara tentang manusia sempurna dan karakterisitiknya, secara bersamaan harus membicarakan sejumlah system budaya, tradisi, agama, dan filsafat klasik dengan sgala perbedaan latar belakang budaya dan pemikiran yang melingkupinya. Dalam agama yahudi, Adam dianggap sebagai Manusia Sempurna. Menurut Perjanjian Lama, Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan bentuk wajah-Nya, sehingga dengan demikian, ia akan mengatur seluruh makhluk yang ada di bumi. Dalam agama Kristen, menurut Perjanjian Baru, Adam dan Yesus dianggap sebagi anak-anak Allah, dan apapun maksudnya, yang pasti bahwa ada kesamaan anatara Tuhandan kediua orang tersebut. Dalam Islam, hal-hal yang mendasar menganai pembahasan ini terdapa di dalam ayat Al-Qur’an. Pada kisah penciptaan Adam, para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Adam (QS 2:24), sang manusia.

Pemikiran tentang manusia sempurna di India juga banyak menarik perhatian. Atman sebagai unsur batin manusia yang sempurna terletak pada setiap perubahan dan manusia jika kembali ke Atman maka sesungguhnya ia telah menyatu dengan Brahmana. Dia adalah perwujudan Tuhan di dunia. Semua kesempurnaan dalam diri manusia dan dia mengetahui kesempurnaan ini dan kembali kepadanya maka pada saat itulah ia akan mengaktualisasikan kesempurnaan itu.
Aristotle percaya bahwa kesempurnaan menusia terletak pada kehidupan manusia secara nyata yang dilandasi oleh aspek intelektualitasnya (secara teoiritis). Dia mengatakan bahwa kesempurnaan manusia adalah semacam kehiduapan intelektual. Dan sebagaimana dipahami Plato pula bahwa Manusia Sempurna lebih mencintai kebijaksanaan daripada yang lain, meskipun dia sendiri tidak termasuk orang yang bijaksana. Pengetahuan dan kebijaksanaan adalah milik Kebenaran yang Sejati, sedangkan ide adalah bukan milik sesuatu yang dapat diindera, fenomena formal, dan semuanya itu berada dalam naungan-Nya, sang Kebenaran.

Manusia Sempurna akan menerima apapun yang datang kepadanya, kemurahan dan kemurkaan, kesenangan dan kesulitan, dan seterusnya. Dia menerima dengan senang hati karena adanya cinta yang sesungguhnya pada Kebenaran dan Kefanaannya pada Tuhan. Dia menganggap bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia merupakan pemberian Tuhan. Dan karena dia memiliki kualitas yang sempurna pula maka daya spiritualitas terdapat dalam dirinya, dan untuk ditebarkan kepada makhluk Tuhan yang lain; dalam hal ini manusia Sempurna menyadari peran dan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sekitarnya.
Seorang Aurobindo, sang penyair dari negeri Hindustan mengungkapkan bahwa “Manusia Sempurna akan selalu memiliki kesadaran kosmos, pemahaman, dan persaannya dimana semua kehidupan objektif menyatu dengan eksistensi subjektifnya dan dengan penyatuan tersebut akan mampu mewujudkan, merasakan, meraba, melihat, dan menyentuh Tuhan dalam segala bentuk.”

Manusia Sempurna berada pada derajat yang lebih tinggi, karena dia hidup dalam diri Tuhan. Kemudian dia pula menampilkan dirinya di lingkungan sekitarnya, untuk membimbing manusia, menyadarkannya, dan menyampaikan pesan-pesan Tuhan. Manusia dan segala ciptaan Tuhan yang lainnya bersumber dari Yang Satu, Yang Absolut.
Menariknya, Manusia Sempurna dengan spesifikasi yang sudah disebutkan diatas, hidup dalam alam batin. Manusia tidak akan mampu mencapai kesempurnaan dan sifat-sifat kesempurnaan kecuali memiliki kehidupan batiniah dan telah menemukan Hakikat Kebenaran yang tersembunyi di dalam eksistensi dirinya. Maka yang penting adalah kehidupan batiniah yang tidak pernah mementingkan diri sendiri dan eksklusif, dan kehidupan batiniah diberkati kekuatan, serta kesadaran akal yang mendalam untuk dapat menyikapi berbagai fenomena di sekitarnya.

“Karena ketidaktahuan seseorang,
seluruh alam semesta menderita ;
Karena pencerahan seseorang, 
seluruh alam semesta bahagia “

“Puncak ilmu pengetahuan adalah
‘saya tahu bahwa saya tidak tahu “
(Socrates)

Kesimpulan
Tujuan penciptaan ciptaan adalah wujud Cinta Tuhan untuk memanifestasikan diri-Nya pada dunia yang lebih rendah. Tuhan mencipta untuk dikenal, melalui ciptaan-Nya seluruh makhluk mengenal-Nya. Dan mereka yang menjadi wakil-Nya memiliki daya yang berada pada tingkat lebih tinggi dari makhluk lainnya. Manusia Sempurna yang dari dirinya menampilkan sifat-sifat dan nama-nama Tuhan, agar manusia lainnya tersadar akan peran dan tanggung jawabnya di muka bumi, dan karena mereka pun memiliki tanggung jawab yang sama dengan Manusia Sempurna.

Seluruh ciptaan tercipta dari rahmat-Nya dan akan kembali kepada-Nya, proses kehidupan di dunia merupakan jalan untuk menuju perbaikan-perbaikan sebleum benar-benar bertemu dengan-Nya. Perbaikan untuk membimbing yang lain yang lebih lemah, memperbaiki keadaan yang ada didalam dan diluar dirinya. Memenuhi peran dan tanggung jawabnya terhadap sesama makhluk ciptaan-Nya. Kesempurnaan di dunia bukanlah hasil akhir dari kualitasnya, namun begitu ia tetaplah bukan apa-apa tanpa rahmat Tuhannya. Manusia yang dapat merasakan betapa besar rahmat dan kasih sayang-Nya, akan berusaha untuk memaksimalkan potensi di dalam dirinya, sempurna atau tidak sempurna kualitasnya.

Dengan begitu ia telah menemukan jalan untuk mengenali dirinya, hal tersebut merupakan awal dari kebijaksanaan cara hidup yang ia tempuh di dalam kehidupan yang labih panjang dari hidupnya sendiri.
Tidak ada orang yang lahir sebagai orang bijak; KEARIFAN TIDAK BISA DIPELAJARI. Karena hal tersebut merupakan perjalanan yang menemukan, namun tujuan akhirnya tetap tidak diketahui. (David Baird)

Referensi
Miri, Seyyed Mohsen, Dr. Sang Manusia Sempurna (Antara Filsafat Islam dan Hindu).Mizan. Bandung. 2004
Sutanto, Jusuf. Sylabus Mata Kuliah Kearifan Timur.Desember 2010